Postingan Unggulan


Perhatian Islam terhadap Kesehatan Mental

  Kesehatan mental atau  mental health  adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi emosi, kejiwaan, dan psikis seseorang. Hal ini bisa s...

Postingan Terbaru


Kembali

Perhatian Islam terhadap Kesehatan Mental

Oleh: Pesantren Dipublikasikan: 02 December 2023

 

Kesehatan mental atau mental health adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi emosi, kejiwaan, dan psikis seseorang. Hal ini bisa saja berpengaruh besar terhadap kepribadian dan perilaku seseorang. Dan lebih berbahaya lagi seandainya seseorang tidak bersegera untuk mencoba beradaptasi dengannya. Kondisi mental yang tidak sehat dari seorang muslim akan mempengaruhi bagaimana ibadahnya kepada Allah ‘Azza Wajalla.

Islam sangat memperhatikan 5 kebutuhan dasar dari seorang manusia, yang mencakup agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Dan jiwa seseorang tidak hanya terbatas pada fisiknya, melainkan juga kondisi mentalnya. Bahkan, Islam juga sudah menyediakan obatnya. Beberapa hal yang secara umum atau khusus menunjukkan kepada kita agar memperhatikan kesehatan mental adalah:

Larangan membahayakan diri sendiri

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Dalam ayat ini, Allah ‘Azza Wajalla melarang hamba-Nya untuk menjerumuskan diri dalam kehancuran. Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

والإلقاء باليد إلى التهلكة يرجع إلى أمرين: ترك ما أمر به العبد, إذا كان تركه موجبا أو مقاربا لهلاك البدن أو الروح، وفعل ما هو سبب موصل إلى تلف النفس أو الروح, فيدخل تحت ذلك أمور كثيرة، فمن ذلك, ترك الجهاد في سبيل الله, أو النفقة فيه, الموجب لتسلط الأعداء، ومن ذلك تغرير الإنسان بنفسه في مقاتلة أو سفر مخوف, أو محل مسبعة أو حيات, أو يصعد شجرا أو بنيانا خطرا, أو يدخل تحت شيء فيه خطر ونحو ذلك، فهذا ونحوه, ممن ألقى بيده إلى التهلكة.
ومن الإلقاء باليد إلى التهلكة الإقامة على معاصي الله, واليأس من التوبة، ومنها ترك ما أمر الله به من الفرائض, التي في تركها هلاك للروح والدين.

Menceburkan diri dalam kehancuran ini merujuk pada dua hal, yaitu 1) meninggalkan sesuatu yang Allah perintahkan, yang bisa menyebabkan kehancuran bagi badan dan juga jiwanya dan 2) mengerjakan sesuatu yang bisa menghancurkan fisik dan jiwanya. Banyak sekali hal yang tercakup dalam kaidah ini. Di antaranya: meninggalkan jihad di jalan Allah, atau meninggalkan infak di jalan Allah, yang menjadikan kaum muslimin dikalahkan musuh, atau menjadikan dirinya kalah di peperangan atau safar yang menakutkan, atau sengaja masuk di sarang hewan buas dan ular, atau naik pohon dan rumah yang mudah runtuh, atau masuk ke tempat yang membahayakan. Ini semua adalah contoh menjerumuskan diri ke dalam kehancuran. Contoh lain misalnya berbuat maksiat kepada Allah, tidak bertobat kepada-Nya, meninggalkan perintah Allah seperti tidak mengamalkan perkara warisan, yang mana di dalam perkara-perkara ini terdapat kehancuran terhadap jiwa dan agama.” (Tafsir As-Sa’diy)

Maka, dengan sengaja menjadikan jiwa atau mentalnya rusak atau dirusak oleh orang adalah bentuk pelanggaran terhadap larangan Allah ‘Azza Wajalla di dalam ayat ini. Atau yang lebih parah menjadi sebab sakit hatinya seorang muslim adalah sesuatu yang dilarang. Demikian pula, yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dalam sabda beliau,

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh melakukan hal yang berpotensi membahayakan orang lain dan tidak boleh pula membalas memberikan bahaya.” (HR. Malik secara mursal)

Larangan menyakiti hati orang lain

Islam sangat memperhatikan kondisi hati umatnya. Baik dengan melarang seseorang menyakiti orang lain maupun melarang dari memiliki penyakit hati. Contoh kecilnya adalah sebagaimana larangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dari berbuat najwa,

إذا كنتم ثلاثة فلا يتناجى رجلان دون الآخر حتى تختلطوا بالناس أجل أن يحزنه

Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan orang yang ketiga sehingga kalian berbaur dengan yang lainnya. Karena hal tersebut melukai hatinya.” (HR. Bukhari no. 5816)

Begitu pun, ketika Islam melarang dari berkata dusta, karena bisa menyakiti sesama muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

لَا يَصْلُحُ ‌الْكَذِبُ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: كَذِبِ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا، أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ، أَوْ كَذِبٍ فِي الْحَرْبِ

Tidak diperkenankan berdusta, kecuali dalam tiga kondisi, yaitu seorang suami yang ingin membuat pasangannya bahagia, saat memperbaiki hubungan sesama manusia, dan cerdik dalam strategi perang.” (HR. Ahmad no. 27608)

Islam juga melarang seorang menjadi sebab muslim lainnya merasa tidak aman dari gangguannya, baik gangguan tangan maupun lisannya. Dan seringkali lisan seseorang itu lebih tajam daripada senjata yang dipegangnya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

المُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسَانِهِ ويَدِهِ، والمُهَاجِرُ مَن هَجَرَ ما نَهَى اللَّهُ عنْه

Muslim (yang sejati) adalah yang tidak mengganggu kaum muslimin yang lain, baik dengan lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah (yang sejati) adalah orang yang menjauhi hal yang dilarang oleh Allah ‘Azza Wajalla.” (HR. Bukhari no. 10)

Baca juga: Apakah Berpartisipasi Dalam Pemilu Merupakan Kelemahan Mental?

Perhatian para ulama terhadap ilmu kejiwaan

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَفِیۤ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ

(Begitu juga ada tanda-tanda kebesaran-Nya) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)

Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

Bahwa di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah Allah menjadikan dalam diri seorang hamba pelajaran, hikmah, dan rahmat yang menunjukkan bahwa Dialah Allah yang Maha Esa yang tidak ada yang berhak dimintai pertolongan, kecuali hanya Dia. Dan Dia tidak menciptakan setiap makhluk dengan sia-sia.” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat tersebut dan ayat-ayat lain di dalam Al-Qur’an menunjukkan kepada kita agar memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah, bahkan yang ada dalam diri kita sendiri. Di antaranya adalah kondisi kejiwaan kita. Tentu saja, dengan memperhatikan rambu-rambu yang dijelaskan para ulama agar kita tidak terjerumus ke dalam keyakinan yang menyesatkan di dalam ilmu kejiwaan.

Perintah untuk berobat atau mengambil sebab kesembuhan

Beberapa di antara pemuda/i muslim pasrah dengan kondisi mentalnya dan menjadikan itu sebagai alasan untuk membenarkan setiap tindakannya. Maka, hal seperti ini tidaklah dibenarkan. Bahkan, mayoritas ulama menganjurkan agar seseorang mengambil sebab untuk menyembuhkan penyakit yang menimpa dirinya sendiri. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام

Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan penyakit dan obatnya. Dan Allah menjadikan obat untuk setiap penyakit. Maka, berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang diharamkan Allah ‘Azza Wajalla.” (HR. Abu Dawud no. 3874)

Di antara yang dianjurkan adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai salah satu sebab syar’i yang ditempuh oleh seseorang yang memiliki kesehatan mental yang terganggu. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ وَلَا يَزِيْدُ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا

Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al-Isra: 82)

Syekh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

فالقرآن مشتمل على الشفاء والرحمة، وليس ذلك لكل أحد، وإنما ذلك للمؤمنين به، المصدقين بآياته، العاملين به، وأما الظالمون بعدم التصديق به أو عدم العمل به، فلا تزيدهم آياته إلا خسارًا، إذ به تقوم عليهم الحجة، فالشفاء الذي تضمنه القرآن عام لشفاء القلوب، من الشبه، والجهالة، والآراء الفاسدة، والانحراف السيئ، والقصود السيئة

Al-Qur’an mengandung kesembuhan dan rahmat, meskipun tidak untuk setiap orang. Sesungguhnya ia hanya untuk mereka yang beriman kepada Al-Qur’an, mengimani ayat-ayatnya, beramal dengannya. Adapun mereka yang berbuat lalim dan tidak percaya dengan Al-Qur’an, bahkan enggan mengamalkannya, maka tidaklah bertambah bagi mereka dengan ayat-ayat Allah, kecuali hanya kerugian belaka. Al-Qur’an kelak menjadi hujah atas perilaku mereka. Dan kesembuhan yang terkandung di dalam Al-Qur’an adalah umum, baik kesembuhan dari penyakit jiwa seperti syubhat, kebodohan, keyakinan batil, disorientasi yang jelek, maksud yang buruk.” (Tafsir As-Sa’diy)

Dengan kita mengetahui bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat obat, maka bagi mereka yang merasa kesehatan mentalnya tidak maksimal, segeralah mengambil sebab dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an, menghafalkannya, mengamalkannya, kemudian menempuh sebab syar’i berupa datang ke psikolog atau psikiater agar ia bisa semakin menikmati ibadahnya kepada Allah ‘Azza Wajalla.

Kembali

Obat bagi Hati yang Gelisah

Oleh: Pesantren Dipublikasikan: 02 December 2023


Hati adalah hal yang sulit dikendalikan. Sehingga sering kita jumpai, orang-orang yang ketika di pagi hari dalam kondisi tertawa, namun wajahnya bermuram durja di sore hari. Pun sebaliknya, ada di antara manusia yang matanya sembab ketika bangun dari tidur, namun berubah menjadi guratan bahagia ketika datang waktu sore. Hal ini merupakan tanda bahwa kita hanyalah hamba. Kalaulah bukan karena pertolongan Allah, niscaya hati kita akan senantiasa terombang-ambing dalam kegamangan.

Namun, yang membedakan antara kesedihan orang beriman dan tidak beriman adalah penyikapannya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah dan semua ketetapan-Nya, maka kesedihan yang kita lewati merupakan salah satu fase di mana Allah bukakan pintu ampunan. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim ditimpa letih, lelah, galau, kesedihan, dan derita, bahkan duri yang menancap di kulitnya, kecuali Allah ‘Azza Wajalla akan ampuni kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5641)

Dengan kondisi zaman seperti saat ini. Kesedihan dan kegalauan adalah sesuatu yang hampir menimpa banyak pemuda muslim. Dan hendaknya tidaklah mereka mencari solusi, kecuali solusi-solusi yang Allah ‘Azza Wajalla berikan dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama ajarkan dalam hadis-hadisnya. Ini juga diajarkan oleh para salaf kita ketika mereka mengatakan,

عجبت لمن اغتم ولم يفزع إلى قول الله تعالى: (أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ)[الأنبياء:87]، فإني وجدت الله يعقبها بقوله: (فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ) [الأنبياء:88]، فهي ليست لنبي الله يونس عليه وعلى نبينا الصلاة والسلام، ولكنها للمؤمنين في كل زمان ومكان إذا ذكروا الله بهذا الذكر المبارك: (وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ)

Aku teramat heran orang-orang yang tertimpa kegundahan, kemudian tidak tergerak hatinya menghayati firman Allah ‘Azza Wajalla,

 اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ

‘Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ (QS. Al-Anbiya: 87)

Sungguh aku mendapati di dalam ayat ini, Allah ‘Azza Wajalla mengakhiri firman-Nya dengan janji,

فَاسْتَجَبْنَا لَهۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ

Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.’ (QS. Al-Anbiya: 88)

Janji terkabulnya doa dan keselamatan ini tidak dikhususkan untuk Nabi Yunus ‘alaihis salam semata, melainkan untuk orang-orang yang beriman secara keseluruhan di mana pun dan kapan pun jika mereka berzikir dengan zikir yang disebutkan.”

Sehingga, ketika orang-orang yang beriman kepada Allah ditimpa kegalauan dan kegundahan, mereka akan menjadi semakin dekat dengan Rabbnya. Karena tidak ada yang mampu menyingkirkan sempitnya hati, kecuali Allah ‘Azza Wajalla. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

وَلَقَدْ نَعْلَمُ اَنَّكَ يَضِيْقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُوْلُوْنَۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَۙ وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ

Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit (gundah dan sedih) disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka, bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang sujud (salat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kepastian (kematian).” (QS. Al-Hijr: 97-99)

Ada doa-doa yang diajarkan oleh syariat yang dengannya menjadi sebab kegundahan dalam hati seseorang hilang, di antaranya:

Doa pertama

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama mengajarkan doa,

اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ الهَمِّ والحَزَنِ، والعَجْزِ والكَسَلِ، والجُبْنِ والبُخْلِ، وضَلَعِ الدَّيْنِ، وغَلَبَةِ الرِّجالِ

Allahumma inni a’udzu bika minal-hammi wal-hazn, wal-‘ajzi wal-kasal, wal-jubni wal-bukhl, wadhala’id-dain, waghalabatir-rijal

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kegundahan, dari rasa lemah dan malas, dari rasa takut dan pelit, dari terlilit hutang, dan dari direndahkan manusia.” (HR. Bukhari no. 6369)

Doa kedua

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزَنٌ فقال اللَّهمَّ إنِّي عبدُك وابنُ عبدِك وابنُ أمتِك ناصيتي بيدِك ماضٍ فيَّ حكمُك عدلٌ فيَّ قضاؤُك أسألُك بكلِّ اسمٍ هو لك سمَّيْتَ به نفسَك أو أنزلتَه في كتابِك أو علَّمتَه أحدًا من خلقِك أو استأثرتَ به في علمِ الغيبِ عندك أن تجعلَ القرآنَ ربيعَ قلبي ونورَ صدري وجلاءَ حزَني وذهابَ همِّي إلَّا أذهب اللهُ عزَّ وجلَّ همَّه وأبدله مكانَ حزَنِه فرحًا

Tidaklah seseorang ditimpa kesedihan kemudian membaca,

‘Allahumma inni ‘abduka wabnu ‘abdik wabnu amatik nashiyati biyadik madhin fiyya hukmuk ‘adlun fii qadha’uk. As’aluka bikullismin huwa lak, sammaita bihi nafsak, au anzaltahu fii kitabik, au allamtahu ahadan min khalqik, aw ista’tsarta bihi fi ‘ilmil ghaibi ‘indak. An taj’alal qur’ana rabi’a qalbi, wa nura shadri, wajila’a hazni wadzihaba hammi.’

‘Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku, qada-Mu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka, dan kesedihanku.

Kecuali Allah akan hilangkan gundah gulana dalam hatinya dan menggantinya dengan kebahagiaan.” (At-Targhib wat-Tarhiib, 3: 57)

Baca juga: Nasehat Ulama Bagi yang Gelisah Tak Kunjung Hamil

Jika masalah sangat berat

Begitu pun ketika seorang hamba ditimpa masalah yang teramat berat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mencontohkannya dengan membaca doa (HR Bukhari no. 6345),

لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله رب العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات ورب الأرض رب العرش الكريم)، ويقول أيضاً: (اللهم رحمتك أرجو، فلا تكلني إلى نفسي طرفة عين، وأصلح لي شأني كله لا إله إلا أنت

“La ilaha illallahu al-‘adzim al-halim. La ilaha illallahu rabbul ‘arsyil adzim. La ilaha illallahu rabbus samawati wal-ardhi wa rabbul-‘arsyil-kariim.”

Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Yang Mahaagung lagi Maha Penyantun. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Rabb arasy yang agung. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah Rabb langit dan bumi dan Rabb arasy yang mulia.

Atau pernah juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mengajarkan,

“Allahumma rahmataka arju, fala takilni ila nafsi tharfata ‘ain. Wa ashlih liy sya’niy kullahu. La ilaha illa anta.”

Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka jangan Engkau jadikan aku bergantung pada diriku walau hanya sekejap mata dan perbaikilah semua urusanku. Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Engkau.”

Memperbanyak membaca Al-Qur’an

Di antara amalan yang dapat membantu seorang hamba menuntaskan kesedihannya adalah dengan membaca Al-Qur’an. Allah ‘Azza Wajalla memperingatkan seseorang yang berpaling dari-Nya dengan ancaman kehidupan yang sempit,

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

Begitu pun dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Beriman kepada setiap ketetapan Allah ‘Azza Wajalla

Di antara penyebab datangnya kesedihan adalah kurang berimannya seseorang terhadap ketetapan Allah ‘Azza Wajalla. Padahal tugas kita sebagai hamba adalah hanya terletak di antara syukur dan sabar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,

عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وليسَ ذاكَ لأَحَدٍ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إنْ أصابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكانَ خَيْرًا له، وإنْ أصابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكانَ خَيْرًا له

Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh hal yang berkaitan dengannya berisi kebaikan. Dan tidaklah hal ini dijumpai, kecuali dalam diri seorang mukmin. Yaitu, jika ia ditimpa kebaikan, maka ia bersyukur. Maka, ini bernilai kebaikan baginya. Dan jika mendapat keburukan, maka ia bersabar. Maka, ini bernilai kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)

Tidak banyak berandai-andai

Kebanyakan berandai-andai seringkali menjadikan seseorang tidak mudah menerima ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama melarang seorang muslim dari banyak berandai-andai,

فلا تَقُلْ: لو أَنِّي فَعَلْتُ كانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَما شَاءَ فَعَلَ؛ فإنَّ (لو) تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

Hendaknya kalian tidak mengatakan, andai saja aku begini niscaya begini. Akan tetapi, gantilah dengan ucapan, ‘Ini semua ketetapan dari Allah dan Dia berkehendak atas apapun.’ Karena sesungguhnya berandai-andai itu membuka pintu setan.” (HR. Muslim no. 2664)

Tidak ada yang memungkiri bahwa setiap dari kita akan mengalami kesedihan di dalam hidupnya. Karena memang dunia ini diciptakan sebagai ladang ujian bagi hamba-hamba Allah ‘Azza Wajalla. Yang beruntung adalah mereka yang dengan kesedihannya justru semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah ‘Azza Wajalla.